Kamis, 19 Desember 2019

Cerpen tentang Hari Ibu


22 Desember untuk Ibu





Pancaran keikhlasan dari bola mata seorang IBU,

dia adalah orang yang sangat hebat, yang tidak pernah lelah

untuk membahagiakan anaknya.

***

“kasih Ibu kepada Beta, tak terhingga sepanjang masa ...”

Lirik lagu tersebut menggambarkan betapa besar perjuangan seorang Ibu yang rela mengorbankan apapun demi anaknya. Ibarat kehidupan di bumi, tanpa adanya matahari bumi akan gelap gulita, tanpa adanya matahari Manusia tidak akan bisa melakukan segala aktivitas, tanpa adanya matahari tumbuhan tidak akan bisa berfotosintesis. Begitu pula jika tanpa adanya seorang Ibu kita tidak akan terlahir melihat keindahan dunia ini.

            Di pojok taman, di bawah pepohonan rindang. Sindy gadis cantik berusia 17 tahun sedang melamun sambil menikmati pemandangan daun berguguran yang terkena gaya gravitasi. Seketika lamunannya terpecahkan oleh panggilan temannya yang mengajak pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, Sindy terkagetkan dengan kabar yang tak sedap didengar, kabar yang menyatakan bahwa Ibunya jatuh sakit dan harus dirawat inap di Rumah Sakit. Saat itupun Sindy merasa sangat bersalah, karena semalam Sindy minta kekeh kepada Ibunya untuk dibelikan motor baru, mendengar permintaan Sindy akhirnya sang Ayah membentaknya dan Sindy pun langsung marah dan masuk kamar sambil menutup keras pintu kamarnya.

Setelah mendengar kabar dari tetangganya, kemudian Sindy pun langsung bersiap-siap dan diantar tetangganya menuju ke Rumah Sakit, ia benar-benar kaget karena setahu Sindy Ibu sehat-sehat saja. Sesampainya di Rumah Sakit tepat di kamar Ibunya dirawat, ia langsung masuk dan memeluk Ibunya yang belum sadarkan diri.

“Ibu” panggil Sindy dari depan pintu kamar

“masuk sini kak, Ibu belum sadar” jawab  dari Ayah

“Ayah, maafin Sindy yah” memulai percakapan kepada sang Ayah karena Ibunya belum sadar

“tidak apa-apa kak, sekarang kita harus banyak berdoa supaya Ibu cepat sadar”

ajak sang Ayah

            Pada sorenya setelah selesai sholat magrib, Sindy mendengar perbincangan antara Dokter dengan Ayahnya bahwasanya Ibunya membutuhkan pendonor ginjal. Sindy pun kaget dia benar-benar merasa bersalah dan dia tidak bisa membayangkan jika Ibunya tidak sadarkan diri, kemudian Sindy pun jalan-jalan mengelilingi Rumah Sakit walaupun pikirannya tidak sepenuhnya menyatu dengan jiwanya. Namun seketika Sindy mendengar suara yang membuatnya menghentikan langkahnya, itulah di ruang persalinan ada sebuah teriakan kesakitan luar biasa seorang Ibu yang sedang melahirkan, Sindy merinding mendengar suara tersebut karena jelas-jelas itu terdengar sangat menyakitkan. Dan tak lama kemudian ada suara tangisan bayi tapi ada tangisan seorang laki-laki disana. Sindy bingung bukankah ketika bayi lahir keluarga menyambut kebahagiaan, namun tidak dengan keluarga itu.

            Sindy masih terus menelusuri keinginan tahuannya, dan selang beberapa menit akhirnya keluarlah seorang pasien tertutup kain secara penuh, dan ternyata Ibu yang baru saja melahirkan meninggal dunia setelah berhasil melahirkan anaknya, dari situlah Sindy merasa begitu luar biasanya perjuangan seorang Ibu. Bahkan rela mengorbankan nyawanya demi sang Anak, hari itu dia terus merenungi perbuatan-perbuatannya selama ini tepatnya ia intropeksi diri, karena ia selama itu banyak menyusahkan orang tua terlebih Ibunya. Ia selalu ingin dibelikan ketika ia meminta, ia selalu ingin dimanja seperti halnya anak orang-orang berkecukupan, ia selalu menolak ketika dimintai bantuan oleh Ibunya. Dan ketika mendengar bahwasannya ginjal Ibu harus diangkat ia merasa tertampar sekeras-kerasnya.

            Setelah merenung selama semalam, akhirnya ia mendapat sebuah keputusan untuk mendonorkan ginjalnya kepada sang Ibu.

Ketika di ruang Dokter

“dok, saya Sindy anak dari pasien yang bernama Ibu Santi. Dok, saya mendengar percakapan dokter kemarin malam dengan Ayah saya, bahwasannya Ibu saya membutuhkan pendonor ginjal. Apakah itu benar ?” tanyanya sangat lancar dan tidak ada titik komanya.

“hloo, adek mendengar percakapan kami kemarin malam ?”

“iya dok, sebelumnya saya mohon maaf sudah lancang menguping pembicaraan dokter. Dok kalau memang Ibu saya benar-benar membutuhkan ginjal, maka saya siap untuk menjadi pendonornya dok”

“kamuuu...” kaget dan sangat tidak mengira

“iya dok, tapi jangan sampai ada yang tahu ya dok. Saya sayang sama Ibu saya dan saya belum siap jika ditinggalkannya.”

“dek, tapi ini sangat besar akibatnya. Hanya ada dua kemungkinan hasilnya yaitu selamat tapi sering sakit dan kemungkinan satunya tidak terselamatkan diri. Apakah kamu sudah memikirkan dampaknya sampai sejauh itu?”

“iya dok sudah, karena masih banyak perjuangan Ibu yang harus diselesaikan mulai dari mengurusi adek yang masih balita, saya yakin pasti ayah akan keberatan jika mengurusi itu semua. Jadi saya lebih memilih Ibu saya dok”

“baiklah jika itu sudah jadi keputusan kamu, minggu depan kita ketemu lagi untuk menjalankan rencana ini”

“baik dok, terimakasih”

            Setelah seminggu berlalu, terjadilah rencana tersebut. Sebelumnya ia sempat dilarang oleh Ayahnya, karena bagi Ayahnya itu perbuatan konyol, tapi Sindy tetap nekat melakukannya. Tepat tanggal 22 Desember Sindy dengan ikhlas mendonorkan ginjalnya untuk Ibunya, dan setelah proses berlangsung akhirnya rencana tak sesuai dengan yang diinginkan. Setelah ginjalnya diambil Sindy tidak tersadarkan diri, dan setelah ditunggu beberapa jam Sindy pun dinyatakan meninggal dunia.

            Hari itu juga Ibunya mulai tersadarkan diri dan mulai membaik,setelah kesadaran sang Ibu, langsung mencari-cari keberadaan Sindy. Karena keluarga-keluarga banyak yang mengumpul tapi Sindy tidak terlihat batang hidungnya. Kemudian sang Ayah memberikan surat yang sempat ditulis Sindy sebelum proses pengambilan ginjal dilakukan. Setelah dibuka surat itu berisi

Ibu,, Sindy sayang sama Ibu. Ibu telah mengajarkan banyak hal kepada Sindy apa arti sebuah kesabaran, keikhlasan, kasih dan sayang. Sindy menyesal bu sering melukai hati Ibu, sering mengabaikan nasehat Ibu. Hingga Sindy merasa tertampar sekeras-kerasnya ketika mendengar ginjal Ibu harus diangkat, masih banyak yang membutuhkan Ibu, dialah Ayah, dan juga Adek sangat membutuhkan Ibu untuk kedepannya. Seperti yang diajarkan Ibu kepada Sindy tentang keikhlasan, maka di hari spesial ini Sindy  ikhlas mendonorkan ginjal Sindy kepada Ibu. Sindy sayang Ibu, semoga kita bertemu di Surga-Nya.



Salam dari Sindy

            Nasi sudah menjadi bubur, semua telanjur tidak bisa di balikkan lagi, jika disuruh memilih sang Ibu lebih memilih dirinya yang tidak terselamatkan. Namun lagi-lagi nasi telah menjadi bubur. Hanya doa yang mampu terucapkan dari keluarga tersebut agar anaknya mendapat balasan setinggi-tingginya dari-Nya.


Karya : Ratna Dewi (Sekbid SDM 2019)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar