My Hijrah
Story
Hidayah
seseorang tidak ada yang tahu darimana datangnya, begitupun hijrahku. Ini adalah cerita awal
mula aku berhijrah. Kala itu, waktu masih SMP aku belum menggunakan jilbab dan
bahkan masih sangat suka dengan accesoris ala pita cherrybelle, karena masa itu
lagi terkenalnya zaman girlband dan boy band, kala itu pula aku masih suka
menggunakan celana ketat yang sering disebut celana pensil, dan jilbab tipis
yang disampirkan di pundak. Bahkan tidak PD ketika menggunakan rok, dan kala itu paling takut sama guru PAI,
karena setiap pelajaran PAI pasti selalu ditanya “kenapa tidak berjilbab?”. Dibilang
risih pasti iya sih, karena kala itu memang belum berniat, dan akhirnya aku
jawab “iya pak, nanti kalau SMA”.
Dan
begitupun ketika SMA akhirnya mulai menggunakan jilbab. Yah walaupun masih jauh
dari syariat. Pertama kali masuk SMA sekelas dengan teman saya yang ikut rohis,
pertama kali melihatnya aku membatin “ih, kok jilbabnya di dobel-dobel sih, apa
nggak gerah coba” yaa tapi itu cuma
membatin sih intinya risih melihat yang berjilbab di dibel-dobel gitu. Tapi
dengan beriringnya waktu aku jadi lumayan dekat dengan dia. Al hasil dia
menawarkan tentang infaq bulanan yang berbonus majalah islam. Dari situ awalnya
cuma ikut-ikut baca bukunya aja, dan awal baca buku itu ada kalimat yang kurang
lebih maknanya seperti ini “wanita yang tidak akan mencium baunya surga adalah
wanita yang berpakaian tapi telanjang”, dari situ aku bingung apa makna tulisan
ini. Setelah aku tanya kepada temanku akhirnya dia menjelaskan tentang
maknanya.
Dari situlah
akhirnya aku mulai ikut rutinan infaq berbonus majalah islam tadi, kemudian
tiap bulanpun materinya berbeda-beda, sehingga membuat aku menunggu-nunggu
terbitan bacaan tiap bulannnya. Akhirnya bulan demi bulan telah terlewati,
sedikit demi sedikit pula akhirnya aku memahami tentang syariat berpakaian. Dan
ketika itu bermunculan pikiran untuk gabung di rohis, namun karena saat itu sudah kelas 11 jadi telanjur
malas ikut organisasi. Akhirnya aku memurungkan cita-cita tersebut, tapi masih
ikutan di rutinan majalahnya.
Dari situ
akhirnya akun sosmedku sering berposting kata-kata islami, tapi masih suka
upload foto di BBM dan WA pada masa itu. Kemudian berniat untuk menggunakan
jilbab yang didobel biar tidak kelihatan lekuk rambut, tapi saat itu adalagi
pikiran takut, yaa takut kalo di labrak kakak tingkat dikira alim atau apalah,
padahal itu hanya perasaan ku yang terlalu super berlebihan saja, akhirnya aku
memutuskan “nanti saja lah kalau sudah jadi kakak tingkat tertua”. Dan benar
alhamdulillah kelas 12 aku mulai berlatih berjilbab didobel, awalnya sih super
ribet harus gabung-gabungin, tapi lama-kelamaan alhamdulillah menjadi suatu
kebiasaan. Hingga mulai membiasakan pakai rok, dan gamis saat dirumah, intinya
menghindari celana ketat.
Kemudian
ketika mejelang musim triout, aku ketemu dengan teman dekat waktu SMP. Mereka kaget
dengan penampilanku saat itu, katanya aku yang dulu beda jauh dengan aku yang
saat SMA, aku dulu yang super update dengan accesoris rambut sekarang berubah
jadi penampilan kalem, mereka kaget dan bilang “kok kamu bisa kaya gini,
padahal kamu kan sekolah di negeri? Aku aja yang di sekolah islam masih kaya
gini”. Dan ya aku hanya bisa menjawab senyum aja dan sedikit bilang “do’akan ya
semoga istiqomah”. Hingga akhirnya aku lulus dan melanjutkan kuliah. Ketika
masuk kuliah aku memasuki organisasi yang bergerak di bidang keislaman juga,
itulah rohisnya kampus. Karena cita-cita yang sempat terurungkan waktu SMA,
akhirnya aku wujudkan ketika masuk dunia kampus.
Akhirnya
disana mulai nambah ilmu lagi, awalnya waktu SMA menganggap pakai rok dan
jilbab tidak tipis saja sudah cukup. Tapi ternyata tidak, masih ada telapak
kaki yang harus ditutupi karena masih termasuk aurat. Awalnya merasa kesusahan,
tapi alhamdulillah lama-kelamaan mulai terbiasa dan akan merasa mengganjal
ketika keluar rumah tidak menggunakan kaos kaki. Dari situ akhirnya sedikit
demi sedikit benar-benar terus belajar, termasuk hukum upload foto. Kemudian aku
mulai menghapusi foto-foto selfie yang ada di akun sosmedku, dan mulai terganti
dengan postingan atau caption islami harapannya semoga bisa menginspirasi bagi
pembacanya.
Namun,
dibalik proses hijrah seseorang pasti ada yang namanya cobaan yang dihadapi.
Yang aku rasakan yakni cobaan dari teman, jelas pasti ada teman yang mendukung
ada teman pula yang mengejek. Teman yang mendukung biasanya mereka menulis kalimat
dukungan dan penyemangat di komentar akun sosmed ketika aku upload foto yang
bercaption islami. Namun ada yang tidak suka, misalnya ketika main bareng dia
berkata “kok main pakai gamis kaya ibu-ibu pengajian aja, mau main apa mau pengajian?”
entah niatnya Cuma bercanda atau apa, tapi itu kalimat yang menusuk bagi aku
saat itu, ketika berwisata bersama pemuda di pantai pastilah ya bermain air.
Ketika itu aku tidak melepas kaos kaki karena kan banyak ya cowok-cowok. Ada
yang berkata juga “dilepas aja kali, dipantai kaya kedinginan aja pakai kaos
kaki.”
Jujur saat
itu sebenarnya kadang masih agak goyah ketika melihat orang main pakai celana
gitu, kelihatan keren gitu. Tapi alhamdulillah aku berada di lingkungan yang
mendukung untuk terus berhijrah, alhamdulillah aku bisa mengurungkan kegoyahan
ini. Dan sekarang mulai nyaman dengan pakaianku yang sekarang. Dan sejak itu
mulai sadar bahwa wanita memang dimuliakan dalam Islam, bahkan cara berpakaian
aja diatur sedemikan rupa. Mudah-mudahhan yang sedang berproses untuk berhijrah
dimudahkan ya, dan kita semua bisa istiqomah, aamiin.
Karya : Ratna Dewi (Sekbid SDM 2019)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar