Kamis, 19 Desember 2019

Cerpen tentang Hijrah


My Hijrah Story


Hidayah seseorang tidak ada yang tahu darimana datangnya,  begitupun hijrahku. Ini adalah cerita awal mula aku berhijrah. Kala itu, waktu masih SMP aku belum menggunakan jilbab dan bahkan masih sangat suka dengan accesoris ala pita cherrybelle, karena masa itu lagi terkenalnya zaman girlband dan boy band, kala itu pula aku masih suka menggunakan celana ketat yang sering disebut celana pensil, dan jilbab tipis yang disampirkan di pundak. Bahkan tidak PD ketika menggunakan  rok, dan kala itu paling takut sama guru PAI, karena setiap pelajaran PAI pasti selalu ditanya “kenapa tidak berjilbab?”. Dibilang risih pasti iya sih, karena kala itu memang belum berniat, dan akhirnya aku jawab “iya pak, nanti kalau SMA”.

Dan begitupun ketika SMA akhirnya mulai menggunakan jilbab. Yah walaupun masih jauh dari syariat. Pertama kali masuk SMA sekelas dengan teman saya yang ikut rohis, pertama kali melihatnya aku membatin “ih, kok jilbabnya di dobel-dobel sih, apa nggak gerah coba”  yaa tapi itu cuma membatin sih intinya risih melihat yang berjilbab di dibel-dobel gitu. Tapi dengan beriringnya waktu aku jadi lumayan dekat dengan dia. Al hasil dia menawarkan tentang infaq bulanan yang berbonus majalah islam. Dari situ awalnya cuma ikut-ikut baca bukunya aja, dan awal baca buku itu ada kalimat yang kurang lebih maknanya seperti ini “wanita yang tidak akan mencium baunya surga adalah wanita yang berpakaian tapi telanjang”, dari situ aku bingung apa makna tulisan ini. Setelah aku tanya kepada temanku akhirnya dia menjelaskan tentang maknanya.

Dari situlah akhirnya aku mulai ikut rutinan infaq berbonus majalah islam tadi, kemudian tiap bulanpun materinya berbeda-beda, sehingga membuat aku menunggu-nunggu terbitan bacaan tiap bulannnya. Akhirnya bulan demi bulan telah terlewati, sedikit demi sedikit pula akhirnya aku memahami tentang syariat berpakaian. Dan ketika itu bermunculan pikiran untuk gabung di rohis, namun  karena saat itu sudah kelas 11 jadi telanjur malas ikut organisasi. Akhirnya aku memurungkan cita-cita tersebut, tapi masih ikutan di rutinan majalahnya.

Dari situ akhirnya akun sosmedku sering berposting kata-kata islami, tapi masih suka upload foto di BBM dan WA pada masa itu. Kemudian berniat untuk menggunakan jilbab yang didobel biar tidak kelihatan lekuk rambut, tapi saat itu adalagi pikiran takut, yaa takut kalo di labrak kakak tingkat dikira alim atau apalah, padahal itu hanya perasaan ku yang terlalu super berlebihan saja, akhirnya aku memutuskan “nanti saja lah kalau sudah jadi kakak tingkat tertua”. Dan benar alhamdulillah kelas 12 aku mulai berlatih berjilbab didobel, awalnya sih super ribet harus gabung-gabungin, tapi lama-kelamaan alhamdulillah menjadi suatu kebiasaan. Hingga mulai membiasakan pakai rok, dan gamis saat dirumah, intinya menghindari celana ketat.

Kemudian ketika mejelang musim triout, aku ketemu dengan teman dekat waktu SMP. Mereka kaget dengan penampilanku saat itu, katanya aku yang dulu beda jauh dengan aku yang saat SMA, aku dulu yang super update dengan accesoris rambut sekarang berubah jadi penampilan kalem, mereka kaget dan bilang “kok kamu bisa kaya gini, padahal kamu kan sekolah di negeri? Aku aja yang di sekolah islam masih kaya gini”. Dan ya aku hanya bisa menjawab senyum aja dan sedikit bilang “do’akan ya semoga istiqomah”. Hingga akhirnya aku lulus dan melanjutkan kuliah. Ketika masuk kuliah aku memasuki organisasi yang bergerak di bidang keislaman juga, itulah rohisnya kampus. Karena cita-cita yang sempat terurungkan waktu SMA, akhirnya aku wujudkan ketika masuk dunia kampus.

Akhirnya disana mulai nambah ilmu lagi, awalnya waktu SMA menganggap pakai rok dan jilbab tidak tipis saja sudah cukup. Tapi ternyata tidak, masih ada telapak kaki yang harus ditutupi karena masih termasuk aurat. Awalnya merasa kesusahan, tapi alhamdulillah lama-kelamaan mulai terbiasa dan akan merasa mengganjal ketika keluar rumah tidak menggunakan kaos kaki. Dari situ akhirnya sedikit demi sedikit benar-benar terus belajar, termasuk hukum upload foto. Kemudian aku mulai menghapusi foto-foto selfie yang ada di akun sosmedku, dan mulai terganti dengan postingan atau caption islami harapannya semoga bisa menginspirasi bagi pembacanya.

Namun, dibalik proses hijrah seseorang pasti ada yang namanya cobaan yang dihadapi. Yang aku rasakan yakni cobaan dari teman, jelas pasti ada teman yang mendukung ada teman pula yang mengejek. Teman yang mendukung biasanya mereka menulis kalimat dukungan dan penyemangat di komentar akun sosmed ketika aku upload foto yang bercaption islami. Namun ada yang tidak suka, misalnya ketika main bareng dia berkata “kok main pakai gamis kaya ibu-ibu pengajian aja, mau main apa mau pengajian?” entah niatnya Cuma bercanda atau apa, tapi itu kalimat yang menusuk bagi aku saat itu, ketika berwisata bersama pemuda di pantai pastilah ya bermain air. Ketika itu aku tidak melepas kaos kaki karena kan banyak ya cowok-cowok. Ada yang berkata juga “dilepas aja kali, dipantai kaya kedinginan aja pakai kaos kaki.”

Jujur saat itu sebenarnya kadang masih agak goyah ketika melihat orang main pakai celana gitu, kelihatan keren gitu. Tapi alhamdulillah aku berada di lingkungan yang mendukung untuk terus berhijrah, alhamdulillah aku bisa mengurungkan kegoyahan ini. Dan sekarang mulai nyaman dengan pakaianku yang sekarang. Dan sejak itu mulai sadar bahwa wanita memang dimuliakan dalam Islam, bahkan cara berpakaian aja diatur sedemikan rupa. Mudah-mudahhan yang sedang berproses untuk berhijrah dimudahkan ya, dan kita semua bisa istiqomah, aamiin.



Karya : Ratna Dewi (Sekbid SDM 2019)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar