Rabu, 25 Desember 2019

Tips Melawan Rasa Malas



Rasa Malas Merasukimu?

Adakah di antara Sahabat yang dihinggapi rasa malas? Nah, rasa malas memang kerap muncul, kerap datang dan merasuki kita. Iya memang, rasa malas itu bagaikan hantu yang menyeramkan dan menyesatkan. Mungkin rasa malas adalah hantu terkuat yang sulit dilawan agar tidak merasuki diri. Jadi, Sahabat harus punya senjata untuk melawan itu. Jangan sampai mudah tergoda oleh rasa itu. Sekali tergoda bisa terlena.
Nah, sebelum rasa malas itu mendarah daging, Sahabat harus coba tips-tips berikut untuk melawan dan menghancurkannya.
1. Optimis dengan Kemampuan
Sahabat harus yakin dengan segala potensi yang ada dalam diri. Yakin bahwa Sahabat bisa melakukan segalanya. Jika diri sudah diliputi keyakinan, setiap pekerjaan akan diselesaikan tanpa rasa takut. Rasa takut bisa membuat enggan mengerjakan, karena beranggapan jika dikerjakan pun akan percuma hasilnya. Padahal tidak ada di dunia ini yang diciptakan dengan sia-sia. Jadi, jangan pernah ragu.
2. Ingat Orang yang Disayangi
Ketika rasa malas itu mulai menghampiri, cobalah mengingat orang-orang yang Sahabat sayangi. Ingat lagi perjuangan apa saja yang sudah mereka lakukan. Misalnya seperti orang tua, mereka pasti tidak ingin anaknya gagal. Mereka selalu berusaha sekuat tenaga untuk masa depan anaknya. Lantas, tegakah Sahabat bersama rasa malas berleha-leha di kasur sedangkan saat itu mereka melawan panas terik serta hujan badai?  Ingatlah itu, dengan begitu Sahabat akan semangat untuk mengerjakan apapun.
3. 'Mau' bukan 'Harus'
Kerjakan sesuatu karena kemauan bukan karena keharusan. Jika Sahabat mengerjakan sesuatu atas dasar keharusan makaakan sering menunda, banyak alasan untuk selalu bilang 'nanti, nanti dan nanti'. Berbeda jika Sahabat mengerjakan atas dasar kemauan, pasti akan lebih santai, rileks dan tentunya semangat untuk mengerjakan. Hasil yang dicapai dari keduanya pasti berbeda. Jadi, ubahlah persepsi dalam diri Sahabat yang biasanya mengerjakan karena 'Harus' menjadi 'Mau'.
4. Buat Daftar Tugas
Buatlah daftar hal-hal yang perlu dikerjakan. Beri tenggang waktu disetiap tugas-tugas yang perlu diselesaikan. Berusahalah menyelesaikan itu sesuai dengan target yang dibuat. Dengan begitu, Sahabat akan terbiasa untuk bergerak. Otak dan tubuh yang sering diajak bekerja akan lebih kuat melawan rasa malas.
5. Jauhkan Gawai
Ketika Sahabat ingin memulai mengerjakan sesuatu, jauhkan terlebih dahulugawai. Benda tersebut menjadi salah satu magnet paling kuat penyebab rasa malas itu. Jika benda itu membuat Sahabat akan sulit fokus. Baru ingin mulai, tiba-tiba "tuling...tuling..." Ada Whatsapp dari kekasih hati, niat hati ingin membalas sekali tapi malah sampai berkali-kali hingga lupa waktu. Sampai akhirnya batal mengerjakan dan menunda pekerjaan itu. Jangan sering menunda-nunda, kerjakan sekarang bukan nantiataupun besok. Jadi pisahkan diri Sahabat dengan gawai terlebih dahulu sebelum mengerjakan. Dengan catatan, pengerjaan tugas tersebut tidak membutuhkan gawai. Jika diperlukan, Sahabat juga harus menggunakan seperlunya.
6. Tempat yang rapi, wangi dan bersih
Tempat juga mempengaruhi hadirnya rasa malas itu. Coba saja Sahabat mengerjakan ditempat rapi, bersih dan wangi, pasti bisa lebih nyaman mengerjakan. Berbedaketika Sahabat mengerjakan dengan keadaan sekitar berantakan dan bau tidak sedap, pasti Sahabat mengerjakanpun tidak nyaman. Sehingga fokus akan mudah terbagi dan rasa malas dengan mudah merasuk dalam diri Sahabat.
Itu tadi hal-hal yang mungkin bisa dicoba untuk melawan dan menghancurkan rasa malas. Sahabat pasti ingin sukses bukan? Tidak ada orang yang berharap menjadi orang yang gagal tentunya semua ingin sukses. Tetapi, sukses tidak bisa diraih dengan cuma-cuma atau bahkan hanya sekadar keinginan belaka. Jika Sahabat benar-benar ingin sukses maka bergeraklah. Sukses tidak akan datang jika tidak dijemput. Sukses bukan jailangkung yang bisa datang dan pergi dengan sendirinya. Jemputlah kesuksesanmu sekarang juga, semangat!

Sumber: Ayu Novita Sari (Mahasiswa Tadris Bahasa Indonesia IAIN SKA)
(Penulis : Nindy Advianturi PR MEDIA)

Teknik Berbicara ala Trainer


Teknik Berbicara 

Berbicara bukan suatu tindakan yang mudah untuk dilakukan. Maidar (dalam Faizah, 2016:11), mengatakan bahwa untuk menjadi pembicara yang baik, seseorang pembicara selain harus memberikan kesan bahwa ia menguasai masalah yang dibicarakan, si pembicara juga harus memperlihatkan keberanian dan kegairahan. Dan perlu adanya pemahaman lebih mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan berbicara sehingga tujuan dari berbicara tersebut bisa tersampaikan dengan baik dan sesuai. Faktor-faktor tersebut terbagi menjadi dua, yaitu faktor kebahasaan dan faktor non kebahasaan. Faktor-faktor kebahasaan meliputi;
1.      Ketepatan Ucapan
Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat, dapat mengalihkan perhatian pendengar. Selain itu, kesesuaian tekanan, nada, sendi, dan durasi merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara. Walaupum masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai, akan menyebabkan masalahnya menjadi menarik.
2.      Pilihan Kata (Diksi)
Pilihan kata hendaknya tepat, jelas dan bervariasi serta mudah dipahami pendengar. Pendengar akan lebih terangsang dan akan lebih paham, apabila kata-kata yang digunakan kata-kata yang sudah dikenal oleh pendengar. Pilihan kata yang digunakan harus sesuai dengan apa yang dibicarakan dan dengan siapa kita berbicara (pendengar).
3.      Ketepatan Sasaran Pembicara
Pembicara yang mengunakan kalimat efektif akan memudahkan pendengar menangkap pembicaraannya. Sehingga pembicara harus mampu menyusun kalimat efektif, kalimat yang menganai sasaran sehingga mampu menimbulkan akibat.
Kalimat efektif mempunyai ciri-ciri keutuhan, perpautan, persatuan perhatian, dan kehematan. Kalimat dikatakan efektif apabila mampu membuat isi atau maksud yang disampaikan tergambar lengkap dalam pikiran pendengar, persis seperti apa yang dimaksud pembicara.
Maidar (dalam Faizah, 2016: 13) , menyatakan bahwa keefektifan berbicara tidak hanya didukung oleh faktor kebahasaan saja, tetapi juga ditentukan oleh faktor non kebahasaan. Bahkan, dalam pembicaraan formal, faktor non kebahasaan ini sangat mempengaruhi keefektifan berbicara. Faktor-faktor tersebut, yaitu;
      1.      Sikap yang Wajar, Tenang dan Tidak Kaku
         Sikap tenang dan tidak kaku dari pembicara akan membuat pendengar yakin untuk memberikan perhatiannya. Dari sikap yang wajar saja sebenarnya pembicara sudah dapat menunjukkan otoritas dan integritas dirinya. Dimana sikap tersebut juga ditentukan oleh situasi, tempat dan penguasaan materi. 
Penguasaan materi yang baik akan mampu membantu menghilangkan rasa gugup. Selain itu, rasa gugup bisa teratasi apabila sudah sering berlatih dan terbiasa. Maka dari itu sebelum menguasai pendengar, pembicara harus mampu menguasai dirinya sendiri terlebih dahulu.
      2.      Pandangan harus Diarahkan Kepada Lawan Bicara
            Perhatikan kemana arah pandangan pendengar, dengan begitu pembicara akan tahu pendengar memperhatikan dengan baik atau tidak. Jika tidak, maka pembicara harus berusaha membuatnya kembali memusatkan perhatiannya. Dengan begitu antara pembicara dengan pendengar akan saling merasa terlibat dan diperhatikan.
      3.      Kesediaan Menghargai Pendapat Orang Lain 
                Dalam menyampaikan isi pembicaraan, hendaknya pembicara memiliki sikap terbuka dalam arti dapat menerima pendapat pihak lain, bersedia menerima kritik, bersedia mengubah pendapatnya kalau ternyata memang keliru.  
          4.  Gerak-gerik dan Mimik yang Tepat
        Gerak-gerik dan mimik mampu membantu pembicara dalam penyampaian pesan kepada pendengar, baik sebagai pendukung atau penjelas. Akan tetapi, gerak-gerik dan mimik akan menjadi gangguan apabila dilakukan secara berlebihan.
Dalam KBBI, gerak-gerik merupakan berbagai gerak (pada anggota badan). Mimik merupakan peniruan dengan gerak-gerik anggota badan dan raut muka. Gerak-gerik dalam berbicara atau berkomunikasi antara lain adalah anggukan dan gelengan kepala, mengakat tangan, menuding, sikap berdiri, dan sebagainya. Sedangkan mimik contonhnya seperti tersenyum.
      5.      Kenyaringan Suara
        Tingkat kenyaringan disesuaikan dengan situasi, tempat, jumlah pendengar, atau akustik. Kenyaringan suara harus diatur supaya dapat didengar oleh semua pendengar dengan jelas.
6.      Kelancaran
Seorang pembicara yang lancar berbicara akan memudahkan pendengar dalam menangkap isi pembicaraannya. Seringkali kita dengar pembicara berbicara terputus-putus. Bahkan, antara bagian yang terputus itu diselipkan bunyi-bunyi tertentu yang sangat menganggu penangkapan pendengar, seperti menyelipkan bunyi ee, oo, aa.
6.      Relevansi/Penalaran 
           Gagasan demi gagasan haruslah berhubungan dengan logis.  Hubungan bagian-bagian kalimat, hubungan kalimat dengan kalimat harus logis dan berhubungan dengan pokok pembicaraan.         
     7.    Penguasaan Topik
      Penguasaan topik merupakan salah satu kunci utama keberhasilan dalam berbicara, dengan penguasaan topik yang baik maka akan menimbulkan keberanian dan kelancaran.
Pemahaman mengenai faktor-faktor diatas sangat penting sebelum melakukan kegiatan berbicara. Maka hendaknya pahami dengan baik faktor-faktor tersebut guna menghasilkan keefektifan berbicara.

Sumber: Faizah, Umi. 2016. Pengantar Keterampilan Berbicara Berbasis Coorperative Learning Pair Share: Teori dan Praktik. Yogyakarta: Media Perkasa.
(Penulis : Nindy Advianturi PR MEDIA 2019)

Kamis, 19 Desember 2019

Cerpen tentang Kenangan Manis


November Kenangan Manisku





Kehidupan di dunia ini ibarat sebuah panggung sandiwara, Tuhan sutradaranya dan kita manusia punya peran masing-masing. Siapa yang bersungguh-sungguh dalam berjuang maka ia akan berhasil, dan siapa yang enggan untuk berjuang maka bersiap-siaplah untuk tergantikan.

***

 Keadaan kelas dengan suasana yang masih sepi itu, di sebuah ruang bentuk persegi, aku sedang duduk melamun sendirian. Seketika lamunan terpecahkan oleh panggilan salah satu temanku.

“Dewi.. aku punya kabar” diiringi nafas yang masih belum beraturan

“apa git ?”

“jurusan kita mau mengadakan lomba cerdas cermat hlo, dan setiap kelas itu wajib mengirimkan delegasi. Kelas kita siapa ya ? kamu ikutan ya.” Dengan intonasi datar tapi tanpa titik dan koma.

“enggak ah, lagian kelas kita kan banyak yang pandai, biar mereka saja”

“hmm, okelah”

Tak lama kemudian kelas mulai dimasuki mahasiswa, dan ternyata jam kuliah saat itu dosennya berhalangan hadir. Kemudian waktu digunakan untuk membahas terkait perwakilan lomba cerdas cermat perwakilan kelas. Terjadilah beberapa adu pendapat, usulan, dan saling menunjuk temannya untuk mewakili kelas. Dan alhasil dari berbagai perdebatan yang terjadi selama kurang lebih 1 jam itu menghasilkan keputusan, kalau aku menjadi salah satu personil team perwakilan kelas. Awalnya tidak mau, tapi demi kelas daripada mendapat denda karena tidak ada perwakilan akhirnya aku berusaha mengikhlaskan untuk mau.

Awalnya sempat kaget, karena ku kira materi untuk lomba hanya materi satu tahun saja. Tapi ternyata materi dari semester 1 sampai 6, bagaimana mungkin aku bisa mempelajari materi sebanyak itu selama 3 hari ? kemudian dengan modal niat, semangat, dan tekad bismillah ku jalani proses itu, hitung-hitung mencari pengalaman. Sebelum berangkat aku pun melakukan kebiasaan untuk berpamitan dengan orang tua dan diselipkan minta doa, karena kita tidak bisa apa-apa tanpa kekuatan doa dari orang tua kita.

“pak, bu.. berangkat dulu ya, doakan nanti mau ada lomba” sambil mencium tangan Bapak dan Ibu

“iya, jangan lupa berdoa”

Gerimis hari itu berhasil membuat kebanyakan mahasiswa enggan berpindah dari pulau kapuk yang disandingkan dengan selimut hangatnya, namun tidak dengan para pejuang lomba pada hari itu dialah team kami yang terdiri dari  Intan, Chanif, dan aku. H-2 jam kami bertiga satu team masih sibuk belajar mereview materi dosen ketika di kelas. Dan tibalah lomba di mulai.

Lomba itu diikuti oleh 25 kelas yang terdiri dari semester 1 sampai 5, dibagilah ronde pertama yakni soal tertulis. Dan hasilnya tidak disangka kelas kami lolos 6 besar. Kemudian dilanjut ronde ke-dua sesi studi kasus dan pertanyaan rebutan, tidak disangka lagi akhirnya team kelas kami menjadi juara 3. Begitu kagetnya kami, bisa mengalahkan puluhan kelas dimana  pesertanya unggul di kelasnya masing-masing.

Itulah yang dinamakan sebuah  kenangan manis, karena yang tak terduga kadang malah terjadi. Tapi kembali lagi itu semua juga tidak terlepas dari usaha kami dalam team untuk belajar keras sebelum perlombaan dan tidak lepas pula  doa dari orang tua. Yakinlah ketika kita semangat untuk bisa dan mau untuk  mencoba, maka dengan sendirinya keberhasilan akan menghampiri.


Karya : Ratna Dewi (Sekbid SDM 2019)

Cerpen tentang Hijrah


My Hijrah Story


Hidayah seseorang tidak ada yang tahu darimana datangnya,  begitupun hijrahku. Ini adalah cerita awal mula aku berhijrah. Kala itu, waktu masih SMP aku belum menggunakan jilbab dan bahkan masih sangat suka dengan accesoris ala pita cherrybelle, karena masa itu lagi terkenalnya zaman girlband dan boy band, kala itu pula aku masih suka menggunakan celana ketat yang sering disebut celana pensil, dan jilbab tipis yang disampirkan di pundak. Bahkan tidak PD ketika menggunakan  rok, dan kala itu paling takut sama guru PAI, karena setiap pelajaran PAI pasti selalu ditanya “kenapa tidak berjilbab?”. Dibilang risih pasti iya sih, karena kala itu memang belum berniat, dan akhirnya aku jawab “iya pak, nanti kalau SMA”.

Dan begitupun ketika SMA akhirnya mulai menggunakan jilbab. Yah walaupun masih jauh dari syariat. Pertama kali masuk SMA sekelas dengan teman saya yang ikut rohis, pertama kali melihatnya aku membatin “ih, kok jilbabnya di dobel-dobel sih, apa nggak gerah coba”  yaa tapi itu cuma membatin sih intinya risih melihat yang berjilbab di dibel-dobel gitu. Tapi dengan beriringnya waktu aku jadi lumayan dekat dengan dia. Al hasil dia menawarkan tentang infaq bulanan yang berbonus majalah islam. Dari situ awalnya cuma ikut-ikut baca bukunya aja, dan awal baca buku itu ada kalimat yang kurang lebih maknanya seperti ini “wanita yang tidak akan mencium baunya surga adalah wanita yang berpakaian tapi telanjang”, dari situ aku bingung apa makna tulisan ini. Setelah aku tanya kepada temanku akhirnya dia menjelaskan tentang maknanya.

Dari situlah akhirnya aku mulai ikut rutinan infaq berbonus majalah islam tadi, kemudian tiap bulanpun materinya berbeda-beda, sehingga membuat aku menunggu-nunggu terbitan bacaan tiap bulannnya. Akhirnya bulan demi bulan telah terlewati, sedikit demi sedikit pula akhirnya aku memahami tentang syariat berpakaian. Dan ketika itu bermunculan pikiran untuk gabung di rohis, namun  karena saat itu sudah kelas 11 jadi telanjur malas ikut organisasi. Akhirnya aku memurungkan cita-cita tersebut, tapi masih ikutan di rutinan majalahnya.

Dari situ akhirnya akun sosmedku sering berposting kata-kata islami, tapi masih suka upload foto di BBM dan WA pada masa itu. Kemudian berniat untuk menggunakan jilbab yang didobel biar tidak kelihatan lekuk rambut, tapi saat itu adalagi pikiran takut, yaa takut kalo di labrak kakak tingkat dikira alim atau apalah, padahal itu hanya perasaan ku yang terlalu super berlebihan saja, akhirnya aku memutuskan “nanti saja lah kalau sudah jadi kakak tingkat tertua”. Dan benar alhamdulillah kelas 12 aku mulai berlatih berjilbab didobel, awalnya sih super ribet harus gabung-gabungin, tapi lama-kelamaan alhamdulillah menjadi suatu kebiasaan. Hingga mulai membiasakan pakai rok, dan gamis saat dirumah, intinya menghindari celana ketat.

Kemudian ketika mejelang musim triout, aku ketemu dengan teman dekat waktu SMP. Mereka kaget dengan penampilanku saat itu, katanya aku yang dulu beda jauh dengan aku yang saat SMA, aku dulu yang super update dengan accesoris rambut sekarang berubah jadi penampilan kalem, mereka kaget dan bilang “kok kamu bisa kaya gini, padahal kamu kan sekolah di negeri? Aku aja yang di sekolah islam masih kaya gini”. Dan ya aku hanya bisa menjawab senyum aja dan sedikit bilang “do’akan ya semoga istiqomah”. Hingga akhirnya aku lulus dan melanjutkan kuliah. Ketika masuk kuliah aku memasuki organisasi yang bergerak di bidang keislaman juga, itulah rohisnya kampus. Karena cita-cita yang sempat terurungkan waktu SMA, akhirnya aku wujudkan ketika masuk dunia kampus.

Akhirnya disana mulai nambah ilmu lagi, awalnya waktu SMA menganggap pakai rok dan jilbab tidak tipis saja sudah cukup. Tapi ternyata tidak, masih ada telapak kaki yang harus ditutupi karena masih termasuk aurat. Awalnya merasa kesusahan, tapi alhamdulillah lama-kelamaan mulai terbiasa dan akan merasa mengganjal ketika keluar rumah tidak menggunakan kaos kaki. Dari situ akhirnya sedikit demi sedikit benar-benar terus belajar, termasuk hukum upload foto. Kemudian aku mulai menghapusi foto-foto selfie yang ada di akun sosmedku, dan mulai terganti dengan postingan atau caption islami harapannya semoga bisa menginspirasi bagi pembacanya.

Namun, dibalik proses hijrah seseorang pasti ada yang namanya cobaan yang dihadapi. Yang aku rasakan yakni cobaan dari teman, jelas pasti ada teman yang mendukung ada teman pula yang mengejek. Teman yang mendukung biasanya mereka menulis kalimat dukungan dan penyemangat di komentar akun sosmed ketika aku upload foto yang bercaption islami. Namun ada yang tidak suka, misalnya ketika main bareng dia berkata “kok main pakai gamis kaya ibu-ibu pengajian aja, mau main apa mau pengajian?” entah niatnya Cuma bercanda atau apa, tapi itu kalimat yang menusuk bagi aku saat itu, ketika berwisata bersama pemuda di pantai pastilah ya bermain air. Ketika itu aku tidak melepas kaos kaki karena kan banyak ya cowok-cowok. Ada yang berkata juga “dilepas aja kali, dipantai kaya kedinginan aja pakai kaos kaki.”

Jujur saat itu sebenarnya kadang masih agak goyah ketika melihat orang main pakai celana gitu, kelihatan keren gitu. Tapi alhamdulillah aku berada di lingkungan yang mendukung untuk terus berhijrah, alhamdulillah aku bisa mengurungkan kegoyahan ini. Dan sekarang mulai nyaman dengan pakaianku yang sekarang. Dan sejak itu mulai sadar bahwa wanita memang dimuliakan dalam Islam, bahkan cara berpakaian aja diatur sedemikan rupa. Mudah-mudahhan yang sedang berproses untuk berhijrah dimudahkan ya, dan kita semua bisa istiqomah, aamiin.



Karya : Ratna Dewi (Sekbid SDM 2019)

Cerpen tentang Hari Ibu


22 Desember untuk Ibu





Pancaran keikhlasan dari bola mata seorang IBU,

dia adalah orang yang sangat hebat, yang tidak pernah lelah

untuk membahagiakan anaknya.

***

“kasih Ibu kepada Beta, tak terhingga sepanjang masa ...”

Lirik lagu tersebut menggambarkan betapa besar perjuangan seorang Ibu yang rela mengorbankan apapun demi anaknya. Ibarat kehidupan di bumi, tanpa adanya matahari bumi akan gelap gulita, tanpa adanya matahari Manusia tidak akan bisa melakukan segala aktivitas, tanpa adanya matahari tumbuhan tidak akan bisa berfotosintesis. Begitu pula jika tanpa adanya seorang Ibu kita tidak akan terlahir melihat keindahan dunia ini.

            Di pojok taman, di bawah pepohonan rindang. Sindy gadis cantik berusia 17 tahun sedang melamun sambil menikmati pemandangan daun berguguran yang terkena gaya gravitasi. Seketika lamunannya terpecahkan oleh panggilan temannya yang mengajak pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, Sindy terkagetkan dengan kabar yang tak sedap didengar, kabar yang menyatakan bahwa Ibunya jatuh sakit dan harus dirawat inap di Rumah Sakit. Saat itupun Sindy merasa sangat bersalah, karena semalam Sindy minta kekeh kepada Ibunya untuk dibelikan motor baru, mendengar permintaan Sindy akhirnya sang Ayah membentaknya dan Sindy pun langsung marah dan masuk kamar sambil menutup keras pintu kamarnya.

Setelah mendengar kabar dari tetangganya, kemudian Sindy pun langsung bersiap-siap dan diantar tetangganya menuju ke Rumah Sakit, ia benar-benar kaget karena setahu Sindy Ibu sehat-sehat saja. Sesampainya di Rumah Sakit tepat di kamar Ibunya dirawat, ia langsung masuk dan memeluk Ibunya yang belum sadarkan diri.

“Ibu” panggil Sindy dari depan pintu kamar

“masuk sini kak, Ibu belum sadar” jawab  dari Ayah

“Ayah, maafin Sindy yah” memulai percakapan kepada sang Ayah karena Ibunya belum sadar

“tidak apa-apa kak, sekarang kita harus banyak berdoa supaya Ibu cepat sadar”

ajak sang Ayah

            Pada sorenya setelah selesai sholat magrib, Sindy mendengar perbincangan antara Dokter dengan Ayahnya bahwasanya Ibunya membutuhkan pendonor ginjal. Sindy pun kaget dia benar-benar merasa bersalah dan dia tidak bisa membayangkan jika Ibunya tidak sadarkan diri, kemudian Sindy pun jalan-jalan mengelilingi Rumah Sakit walaupun pikirannya tidak sepenuhnya menyatu dengan jiwanya. Namun seketika Sindy mendengar suara yang membuatnya menghentikan langkahnya, itulah di ruang persalinan ada sebuah teriakan kesakitan luar biasa seorang Ibu yang sedang melahirkan, Sindy merinding mendengar suara tersebut karena jelas-jelas itu terdengar sangat menyakitkan. Dan tak lama kemudian ada suara tangisan bayi tapi ada tangisan seorang laki-laki disana. Sindy bingung bukankah ketika bayi lahir keluarga menyambut kebahagiaan, namun tidak dengan keluarga itu.

            Sindy masih terus menelusuri keinginan tahuannya, dan selang beberapa menit akhirnya keluarlah seorang pasien tertutup kain secara penuh, dan ternyata Ibu yang baru saja melahirkan meninggal dunia setelah berhasil melahirkan anaknya, dari situlah Sindy merasa begitu luar biasanya perjuangan seorang Ibu. Bahkan rela mengorbankan nyawanya demi sang Anak, hari itu dia terus merenungi perbuatan-perbuatannya selama ini tepatnya ia intropeksi diri, karena ia selama itu banyak menyusahkan orang tua terlebih Ibunya. Ia selalu ingin dibelikan ketika ia meminta, ia selalu ingin dimanja seperti halnya anak orang-orang berkecukupan, ia selalu menolak ketika dimintai bantuan oleh Ibunya. Dan ketika mendengar bahwasannya ginjal Ibu harus diangkat ia merasa tertampar sekeras-kerasnya.

            Setelah merenung selama semalam, akhirnya ia mendapat sebuah keputusan untuk mendonorkan ginjalnya kepada sang Ibu.

Ketika di ruang Dokter

“dok, saya Sindy anak dari pasien yang bernama Ibu Santi. Dok, saya mendengar percakapan dokter kemarin malam dengan Ayah saya, bahwasannya Ibu saya membutuhkan pendonor ginjal. Apakah itu benar ?” tanyanya sangat lancar dan tidak ada titik komanya.

“hloo, adek mendengar percakapan kami kemarin malam ?”

“iya dok, sebelumnya saya mohon maaf sudah lancang menguping pembicaraan dokter. Dok kalau memang Ibu saya benar-benar membutuhkan ginjal, maka saya siap untuk menjadi pendonornya dok”

“kamuuu...” kaget dan sangat tidak mengira

“iya dok, tapi jangan sampai ada yang tahu ya dok. Saya sayang sama Ibu saya dan saya belum siap jika ditinggalkannya.”

“dek, tapi ini sangat besar akibatnya. Hanya ada dua kemungkinan hasilnya yaitu selamat tapi sering sakit dan kemungkinan satunya tidak terselamatkan diri. Apakah kamu sudah memikirkan dampaknya sampai sejauh itu?”

“iya dok sudah, karena masih banyak perjuangan Ibu yang harus diselesaikan mulai dari mengurusi adek yang masih balita, saya yakin pasti ayah akan keberatan jika mengurusi itu semua. Jadi saya lebih memilih Ibu saya dok”

“baiklah jika itu sudah jadi keputusan kamu, minggu depan kita ketemu lagi untuk menjalankan rencana ini”

“baik dok, terimakasih”

            Setelah seminggu berlalu, terjadilah rencana tersebut. Sebelumnya ia sempat dilarang oleh Ayahnya, karena bagi Ayahnya itu perbuatan konyol, tapi Sindy tetap nekat melakukannya. Tepat tanggal 22 Desember Sindy dengan ikhlas mendonorkan ginjalnya untuk Ibunya, dan setelah proses berlangsung akhirnya rencana tak sesuai dengan yang diinginkan. Setelah ginjalnya diambil Sindy tidak tersadarkan diri, dan setelah ditunggu beberapa jam Sindy pun dinyatakan meninggal dunia.

            Hari itu juga Ibunya mulai tersadarkan diri dan mulai membaik,setelah kesadaran sang Ibu, langsung mencari-cari keberadaan Sindy. Karena keluarga-keluarga banyak yang mengumpul tapi Sindy tidak terlihat batang hidungnya. Kemudian sang Ayah memberikan surat yang sempat ditulis Sindy sebelum proses pengambilan ginjal dilakukan. Setelah dibuka surat itu berisi

Ibu,, Sindy sayang sama Ibu. Ibu telah mengajarkan banyak hal kepada Sindy apa arti sebuah kesabaran, keikhlasan, kasih dan sayang. Sindy menyesal bu sering melukai hati Ibu, sering mengabaikan nasehat Ibu. Hingga Sindy merasa tertampar sekeras-kerasnya ketika mendengar ginjal Ibu harus diangkat, masih banyak yang membutuhkan Ibu, dialah Ayah, dan juga Adek sangat membutuhkan Ibu untuk kedepannya. Seperti yang diajarkan Ibu kepada Sindy tentang keikhlasan, maka di hari spesial ini Sindy  ikhlas mendonorkan ginjal Sindy kepada Ibu. Sindy sayang Ibu, semoga kita bertemu di Surga-Nya.



Salam dari Sindy

            Nasi sudah menjadi bubur, semua telanjur tidak bisa di balikkan lagi, jika disuruh memilih sang Ibu lebih memilih dirinya yang tidak terselamatkan. Namun lagi-lagi nasi telah menjadi bubur. Hanya doa yang mampu terucapkan dari keluarga tersebut agar anaknya mendapat balasan setinggi-tingginya dari-Nya.


Karya : Ratna Dewi (Sekbid SDM 2019)