Jumat, 05 Juni 2020

Pendidikan dan covid-19: Tantangan atau Hambatan?


Pendidikan dan covid-19: Tantangan atau Hambatan?
Oleh : Arhanudri Davi Mawarni
Beberapa bulan terakhir dunia bahkan Indonesia sedang dibumingkan dengan mewabahnya virus corona. Virus corona kini menjadi trending pemberitaan di media baik media massa maupun media sosial. Virus yang berasal dari Wuhan, Cina tersebut menyerang sistem pernapasan. Sehingga WHO menetapkan bahwa covid-19 sebagai pandemi dunia.
Penyebaran virus corona begitu cepat, hingga meluas sampai ke Indonesia. Menurut data terakhir per tanggal 5 Juni 2020, juru bicara penanganan covid-19 Achmad Yurianto menyampaikan secara akumulatif ada 29.521 positif covid-19, 18.308 sembuh dan 1.770 dinyatakan meninggal.
Dampak dari virus corona begitu terasa di masyarakat Indonesia, baik dari sektor perekonomian, pariwisata, dan pendidikan. Demi memutus mata rantai penyebaran virus corona dan menghindari bertambahnya kasus baru disetiap harinya pemerintah harus segera mengambil tindakan tegas. Presiden Republik Indonesia Joko Widodo memerintahkan bagi setiap individu untuk menerapkan physicaldistancing.
Physical distancing dinilai menjadi langkah efektif demi memutus rantai penyebaran. Sejak diterapkannya physical distancing pada akhir Maret 2020, berbagai aktivitas yang biasanya dikerjakan secara langsung kini dialihkan di rumah masing-masing. Seperti bekerja dari rumah dan belajar dari rumah. Ditambah dengan ramainya tagar #Dirumahsaja yang tidak asing di sosial media dan media massa semakin memperkuat bahwa masyarakat diharuskan tetap dirumah serta menghindari keramaian, dilarang berpergian apabila tidak ada kepentingan.

Selain sektor perekonomian, dampak dari phsical distancing akibat covid-19 juga terasa pada bidang pendidikan, Sejak Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan menerapkan belajar dari rumah atau daring serta penghapusan Ujian Nasional pada tahun ini. Sehingga kebijakan yang dibuat secara mendadak membuat wali murid, serta pelajar seperti mendapat kejutan.
Bagaimana tidak menjadi kejutan, bagi siswa yang sudah menyiapkan ujian nasional dengan semaksimal mungkin kini harus gigit jari dan meneriman kebijakan pemerintah. Karena semua kebijakan yang dibuat oleh pemerintah bertujuan untuk memutus mata rantai penyebaran corona.
Penerapan belajar dari rumah berbasis online dengan memanfaatkan teknologi yang ditetapkan oleh pemerintah akan menjadi tantangan guna mengembangkan kratifitas belajar siswa, namun sebaliknya dapat menjadi hambatan jika tidak tersedianya fasilitas yang digunakan. Dengan diterapkan proses belajar secara online diharapkan setelah pandemi ini berakhir mampu mencetak pelajar yang lebih kreatif, dan pemberian tugas selama belajar dari rumah dapat mengembangkan potensi yang dimiliki siswa.
Namun, jika kita melihat secara nyata harapan yang diinginkan oleh pemerintah serta guru hanyalah sebatas angan. Faktanya banyak pelajar yang terbebani dengan tugas yang diberikan, ibarat peri bahasa “Mati Satu Tumbuh Seribu” artinya jika terdapat satu tugas yang selesai maka akan tumbuh tugas-tugas yang lain. Ditambah dengan pengumpulan tugas secara bersamaan dari berbagai mata pelajaran, tentu pelajar akan sangat kuwalahan. Sehingga hal ini akan menjadi penghambat bagi pelajar yang menginginkan belajar dari rumah itu sebagai tantangan.
Tidak semua orang tua maupun guru menguasai teknologi secara bagus. Kenyataannya banyak guru bahkan orang tua masih kesulitan dalam pemberian tugas maupun penyelesaian tugas secara online. Apalagi tidak semua orang tua memiliki alat teknologi yang memadai. Banyak dijumpai di masyarakat, tidak sedikit keluarga yang hanya memiliki satu teknologi dan dipakai secara bersamaan. Bahkan dari keluarga yang kurang mampu tidak memiliki alat teknologi sama sekali, sehingga mereka harus menebeng ke tetangga maupun ke kerabat terdekat. Lantas bagaimana terkait anjuran dari pemerintah agar menghimbau masyarakatnya tetap  #Dirumahsaja.
Penetapan belajar berbasis online tentu akan membutuhkan jaringan internet. Jaringan internet tidak selamanya akan stabil, banyak proses pembelajaran online menjadi terhambat karena jaringan online yang kurang baik. Perbedaan mencolok terlihat ketika berada di daerah kota tentu mendapatkan jaringan internet yang melimpah ruah, berbalik jika berada di desa yang kurang dalam teknologi akan merasa kesulitan mendapatkan jaringan.
 Bahkan jika kita melihat pemberitaan di Televisi banyak pelajar yang rela pergi keluar rumah ketempat dimana akan mendapatkan jaringan hanya untuk mengerjakan tugas. Bahkan ada yang sampai mengalami kecelakaan selama di perjalanan. Tentu hal ini membahayakan bagi pelajar.
Adanya jaringan internet maka tidak lepas dari kuota. Sejak berlakunya penetapan belajar dari rumah, kuota yang diperlukan untuk proses belajar online menjadi meningkat. Hal ini menyebabkan pengeluaran untuk membeli kuota juga bertambah, melihat kondisi perekonomian masyarakat yang kurang stabil tentu masalah ini akan memberatkan orang tua dan pelajar, apalagi jika berasal dari keluarga yang kurang mampu.
Ketika siswa belajar dari rumah, pihak sekolah berharap agar orangtua mendampingi selama proses pembelajaran. Justru hal ini berbanding terbalik, ketika melihat kenyataan dilapangan banyak anak yang kedapatan keluyuran di warnet, main game dan nongkrong bersama teman-temannya. Jika melihat kejadian ini, terbukti masih banyak siswa yang mengabaikan himbauan pemerintah untuk tetap belajar dirumah dan menerapkan phsical distancing. Dalam menangani kasus ini pemerintah serta orangtua untuk lebih tegas agar penerapan belajar dirumah.
            Tidak hanya siswa SD,SMP, dan SMA, masalah ini juga dirasakan oleh Perguruan Tinggi. Tidak sedikit mahasiswa perantau yang merasakan dampak dari phsical distancingsehingga membuat mereka dalam kondisi krisis ekonomi serta sosial. Sebenarnya, kebijakan pemerintah dalam menerapkan sistem daring menjadi peluang bagi mahasiswa. Mereka dapat lebih leluasa dalam memilih tempat belajar, serta untuk mahasiswa rantau dapat pulang ke tempat asal sehingga dapat berkumpul dengan keluarga hingga cukup panjang.
Penerapan lockdown serta berbagai peraturan disetiap desa menjadi kendala mahasiswa untuk pulang ke rumah masing-masing. Sehingga masih banyak mahasiswa yang menetap di kota tempat mereka mencari ilmu. Lebih lagi bagi mereka yang kuliah di zona merah virus corona, harus melewati kebijakan yang ketat. Mahasiswa yang dari desa pelosok mungkin akan memilki kendala dalam masalah jaringan internet untuk melakukan belajar secara online. Sehingga mereka memutuskan untuk tetap tinggal di kota rantau.
Melihat hambatan yang terjadi selama pembelajaran online berlangsung, peran pemerintah sangat dubutuhkan dalam mencari solusi. Pemerintah perlu memberi himmbauan kepada sekolah dan perguruan tinggi, agar selama proses belajar online ini diberlakukan diharapkan kepada para pendidik untuk tidak memberikan tugas yang jumlahnya cukup banyak.
Selain pengurangan jumlah tugas, proses belajar online juga membutuhkan kuota. Dengan hal ini bantuan berupa subsidi kuota sangat diharapkan. Karena selama pandemi ini terjadi, siswa maupun mahasiswa tidak menggunakan fasilitas yang ada di tempat mereka menuntut ilmu. Sehingga uang yang sudah mereka bayarkan untuk fasilitas sekolah dapat dikembalikan dalam bentuk kuota, guna kepentingan belajar online selama pandemi ini berakhir. 
Perubahan besar telah terjadi selama pandemi covid-19, terutama bidang pendidikan. Bumi seolah berhenti berputar, banyak negara yang dirugikan termasuk Indonesia. Dalam situasi seperti ini, pemerintah perlu melakukan perubahan terhadap sistem pendidikan yang ada di negara ini. Adanya edukasi terhadap kreatifitas dalam penggunaan teknologi perlu dilakukan, demi menciptakan pendidikan yang lebih berkualitas.
Kejadian yang saat ini dialami, mungkin salah satu cara Tuhan agar kita senantiasa mengingat-Nya. Mungkin selama ini kita terlena oleh kenikmatan dunia, sehingga melupakan fitrah kita sebagai seorang manusia tentang makna hidup yang sebenarnya. Apapun bentuk peringatan Tuhan kepada kita, semoga kita semua dapat mengambil hikmahnya.

1 komentar: