Pendidikan dan covid-19: Tantangan atau
Hambatan?
Oleh
: Arhanudri Davi Mawarni
Beberapa
bulan terakhir dunia bahkan Indonesia sedang dibumingkan dengan mewabahnya
virus corona. Virus corona kini menjadi trending pemberitaan di media baik
media massa maupun media sosial. Virus yang berasal dari Wuhan, Cina tersebut
menyerang sistem pernapasan. Sehingga WHO menetapkan bahwa covid-19 sebagai
pandemi dunia.
Penyebaran
virus corona begitu cepat, hingga meluas sampai ke Indonesia. Menurut data
terakhir per tanggal 5 Juni 2020, juru bicara penanganan covid-19 Achmad
Yurianto menyampaikan secara akumulatif ada 29.521 positif covid-19, 18.308 sembuh dan 1.770 dinyatakan meninggal.
Dampak
dari virus corona begitu terasa di masyarakat Indonesia, baik dari sektor
perekonomian, pariwisata, dan pendidikan. Demi memutus mata rantai penyebaran
virus corona dan menghindari bertambahnya kasus baru disetiap harinya pemerintah
harus segera mengambil tindakan tegas. Presiden Republik Indonesia Joko Widodo
memerintahkan bagi setiap individu untuk menerapkan physicaldistancing.
Physical distancing dinilai
menjadi langkah efektif demi memutus rantai penyebaran. Sejak diterapkannya physical distancing pada akhir Maret
2020, berbagai aktivitas yang biasanya dikerjakan secara langsung kini
dialihkan di rumah masing-masing. Seperti bekerja dari rumah dan belajar dari
rumah. Ditambah dengan ramainya tagar #Dirumahsaja yang tidak asing di sosial
media dan media massa semakin memperkuat bahwa masyarakat diharuskan tetap
dirumah serta menghindari keramaian, dilarang berpergian apabila tidak ada
kepentingan.
Selain
sektor perekonomian, dampak dari phsical
distancing akibat covid-19 juga terasa pada bidang pendidikan, Sejak
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan menerapkan belajar dari rumah atau daring
serta penghapusan Ujian Nasional pada tahun ini. Sehingga kebijakan yang dibuat
secara mendadak membuat wali murid, serta pelajar seperti mendapat kejutan.
Bagaimana
tidak menjadi kejutan, bagi siswa yang sudah menyiapkan ujian nasional dengan
semaksimal mungkin kini harus gigit jari dan meneriman kebijakan pemerintah.
Karena semua kebijakan yang dibuat oleh pemerintah bertujuan untuk memutus mata
rantai penyebaran corona.
Penerapan
belajar dari rumah berbasis online dengan memanfaatkan teknologi yang
ditetapkan oleh pemerintah akan menjadi tantangan guna mengembangkan kratifitas
belajar siswa, namun sebaliknya dapat menjadi hambatan jika tidak tersedianya
fasilitas yang digunakan. Dengan diterapkan proses belajar secara online
diharapkan setelah pandemi ini berakhir mampu mencetak pelajar yang lebih
kreatif, dan pemberian tugas selama belajar dari rumah dapat mengembangkan
potensi yang dimiliki siswa.
Namun,
jika kita melihat secara nyata harapan yang diinginkan oleh pemerintah serta
guru hanyalah sebatas angan. Faktanya banyak pelajar yang terbebani dengan
tugas yang diberikan, ibarat peri bahasa “Mati Satu Tumbuh Seribu” artinya jika
terdapat satu tugas yang selesai maka akan tumbuh tugas-tugas yang lain.
Ditambah dengan pengumpulan tugas secara bersamaan dari berbagai mata
pelajaran, tentu pelajar akan sangat kuwalahan. Sehingga hal ini akan menjadi
penghambat bagi pelajar yang menginginkan belajar dari rumah itu sebagai
tantangan.
Tidak
semua orang tua maupun guru menguasai teknologi secara bagus. Kenyataannya
banyak guru bahkan orang tua masih kesulitan dalam pemberian tugas maupun
penyelesaian tugas secara online. Apalagi tidak semua orang tua memiliki alat
teknologi yang memadai. Banyak dijumpai di masyarakat, tidak sedikit keluarga
yang hanya memiliki satu teknologi dan dipakai secara bersamaan. Bahkan dari
keluarga yang kurang mampu tidak memiliki alat teknologi sama sekali, sehingga
mereka harus menebeng ke tetangga maupun ke kerabat terdekat. Lantas bagaimana
terkait anjuran dari pemerintah agar menghimbau masyarakatnya tetap #Dirumahsaja.
Penetapan
belajar berbasis online tentu akan membutuhkan jaringan internet. Jaringan
internet tidak selamanya akan stabil, banyak proses pembelajaran online menjadi
terhambat karena jaringan online yang kurang baik. Perbedaan mencolok terlihat
ketika berada di daerah kota tentu mendapatkan jaringan internet yang melimpah
ruah, berbalik jika berada di desa yang kurang dalam teknologi akan merasa
kesulitan mendapatkan jaringan.
Bahkan jika kita melihat pemberitaan di
Televisi banyak pelajar yang rela pergi keluar rumah ketempat dimana akan
mendapatkan jaringan hanya untuk mengerjakan tugas. Bahkan ada yang sampai
mengalami kecelakaan selama di perjalanan. Tentu hal ini membahayakan bagi
pelajar.
Adanya
jaringan internet maka tidak lepas dari kuota. Sejak berlakunya penetapan
belajar dari rumah, kuota yang diperlukan untuk proses belajar online menjadi
meningkat. Hal ini menyebabkan pengeluaran untuk membeli kuota juga bertambah,
melihat kondisi perekonomian masyarakat yang kurang stabil tentu masalah ini
akan memberatkan orang tua dan pelajar, apalagi jika berasal dari keluarga yang
kurang mampu.
Ketika
siswa belajar dari rumah, pihak sekolah berharap agar orangtua mendampingi
selama proses pembelajaran. Justru hal ini berbanding terbalik, ketika melihat
kenyataan dilapangan banyak anak yang kedapatan keluyuran di warnet, main game
dan nongkrong bersama teman-temannya. Jika melihat kejadian ini, terbukti masih
banyak siswa yang mengabaikan himbauan pemerintah untuk tetap belajar dirumah
dan menerapkan phsical distancing. Dalam
menangani kasus ini pemerintah serta orangtua untuk lebih tegas agar penerapan
belajar dirumah.
Tidak hanya siswa SD,SMP, dan SMA,
masalah ini juga dirasakan oleh Perguruan Tinggi. Tidak sedikit mahasiswa
perantau yang merasakan dampak dari phsical
distancingsehingga membuat mereka dalam kondisi krisis ekonomi serta
sosial. Sebenarnya, kebijakan pemerintah dalam menerapkan sistem daring menjadi
peluang bagi mahasiswa. Mereka dapat lebih leluasa dalam memilih tempat
belajar, serta untuk mahasiswa rantau dapat pulang ke tempat asal sehingga
dapat berkumpul dengan keluarga hingga cukup panjang.
Penerapan
lockdown serta berbagai peraturan disetiap desa menjadi kendala mahasiswa untuk
pulang ke rumah masing-masing. Sehingga masih banyak mahasiswa yang menetap di
kota tempat mereka mencari ilmu. Lebih lagi bagi mereka yang kuliah di zona
merah virus corona, harus melewati kebijakan yang ketat. Mahasiswa yang dari
desa pelosok mungkin akan memilki kendala dalam masalah jaringan internet untuk
melakukan belajar secara online. Sehingga mereka memutuskan untuk tetap tinggal
di kota rantau.
Melihat
hambatan yang terjadi selama pembelajaran online berlangsung, peran pemerintah
sangat dubutuhkan dalam mencari solusi. Pemerintah perlu memberi himmbauan
kepada sekolah dan perguruan tinggi, agar selama proses belajar online ini
diberlakukan diharapkan kepada para pendidik untuk tidak memberikan tugas yang
jumlahnya cukup banyak.
Selain
pengurangan jumlah tugas, proses belajar online juga membutuhkan kuota. Dengan
hal ini bantuan berupa subsidi kuota sangat diharapkan. Karena selama pandemi
ini terjadi, siswa maupun mahasiswa tidak menggunakan fasilitas yang ada di
tempat mereka menuntut ilmu. Sehingga uang yang sudah mereka bayarkan untuk
fasilitas sekolah dapat dikembalikan dalam bentuk kuota, guna kepentingan
belajar online selama pandemi ini berakhir.
Perubahan
besar telah terjadi selama pandemi covid-19, terutama bidang pendidikan. Bumi
seolah berhenti berputar, banyak negara yang dirugikan termasuk Indonesia. Dalam
situasi seperti ini, pemerintah perlu melakukan perubahan terhadap sistem
pendidikan yang ada di negara ini. Adanya edukasi terhadap kreatifitas dalam
penggunaan teknologi perlu dilakukan, demi menciptakan pendidikan yang lebih
berkualitas.
Kejadian
yang saat ini dialami, mungkin salah satu cara Tuhan agar kita senantiasa
mengingat-Nya. Mungkin selama ini kita terlena oleh kenikmatan dunia, sehingga
melupakan fitrah kita sebagai seorang manusia tentang makna hidup yang
sebenarnya. Apapun bentuk peringatan Tuhan kepada kita, semoga kita semua dapat
mengambil hikmahnya.